jump to navigation

Shaum Mendidik Kejujuran September 16, 2008

Posted by wedangcoro in Bersih Jiwa.
trackback

DI bulan Ramadhan ini, saat kita menjalankan ibadah shaum, andai saja kita masuk ke dalam kamar lalu menguncinya. Kemudian di dalam kamar itu kita melakukan hal-hal yang dapat membatalkan shaum, seperti makan atau minum, kira-kira adakah orang lain yang tahu? Ya, mungkin orang tidak tahu, tapi tentu saja kita yakin bahwa Allah Maha Tahu, Maha Menatap segala apa yang kita lakukan. Karenanya dengan keimanan kita, Insya Allah, kita akan yakin bahwa kita tidak bisa tidak berbuat jujur di hadapan Allah.

Demikianlah sahabat, Ramadhan sesungguhnya merupakan salah satu momen untuk mendidik kejujuran kita. Dan sadarilah, bahwa kejujuran merupakan aset berharga dalam hidup kita. Coba kita perhatikan! Betapa sering kita dapati orang yang begitu tinggi pangkat dan kedudukannya serta begitu mulia perjuangannya. Akan tetapi, tiba-tiba terpelanting menjadi orang yang tidak berharga ketika diketahui ternyata ia seorang yang licik, tidak jujur, dan tidak bersih.

Demikian pun kita. Ketika ingin mendapatkan sesuatu, lalu kita tergerak untuk berlaku tidak jujur dan licik, maka sebenarnya kita tengah bersiap untuk mencorengmorengkan arang di wajah sendiri, memudarkan cahaya kemuliaan keluarga, dan mempermalukan keturunan kita. Betapa tidak! Orang-orang yang hidupnya berlumuran ketidakjujuran, kendati setinggi apa pun pangkat dan kedudukannya, tetaplah tidak memiliki nilai.

Oleh karena itu, hendaknya kita, bertekad untuk sekuat-kuatnya menahan diri dari niat dan kehendak berlaku tidak jujur di dalam ikhtiar mencari duniawi. Kalau kita hanya senang terhadap harta, gelar, pangkat dan jabatan, maka sesungguhnya orang kafir dan zhalim pun cita-citanya seperti itu. Kita harus mendapatkan yang jauh lebih tinggi lagi daripada semua itu, yakni sikap kita dalam menghadapi kehidupan ini.

Ketika Allah menitipkan harta dan kedudukan mulia, semua itu seharusnya membuat kita bersyukur. Dan tatkala harta dan kedudukan mulia itu diambilNya kembali, seharusnya membuat kita bersabar. Berikhtiar sungguh- sungguh untuk mendapatkan semua itu, membuat kita sanggup memelihara kejujuran. Inilah sesungguhnya yang membuahkan nilai tertinggi dan membuat kita bermartabat.

Kalau kita yakin bahwa satu-satunya Dzat Pembagi Rizki adalah Allah, lantas mengapa kita mesti tidak jujur hidup di dunia ini? Jujur atau tidak jujur tetaplah rizkinya dari Allah. Hanya saja akan berubah rizki itu statusnya menjadi haram sekiranya kita mendapatkannya dengan cara licik! Dimakan oleh kita membuat amal ibadah tidak diterima Allah selama 40 tahun. Dimakan oleh istri dan anak-anak, sama saja dengan menjerumuskan mereka ke neraka jahanam. Dan yang jelas, harta haram membuat doa kita tidak akan pernah diijabah.

Hidup tidak jujur pun ternyata bisa membuat hati tidak pernah nyaman dan tenteram. Kita akan selalu dihantui oleh kekhawatiran diketahuinya kebohongan itu oIeh orang lain. Walhasi1, dengan tidak jujur, berarti kita mempersempit hidup diri sendiri padahal hidup di dunia ini hanya sebentar saja. Bagi orang-orang yang tulus dan jujur, kenikmatan hidup bukanlah diukur dari banyaknya harta atau kedudukan yang didapat melainkan dari kemampuannya memelihara diri. Orang yang terjaga kejujurannya walaupun hidupnya tampak sederhana, namun ia tetap akan memiliki cahaya.

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan pertolonganNya, agar dalam sisa umur ini, kita diberi kemampuan untuk menjaga martabat dan harga diri kita dengan kejujuran, serta kebersihan dan ketulusan hati. Selamat berlatih bersikap, berkata, dan berbuat jujur, di bulan yang dimuliakan Allah ini. Wallaahu allam.

Komentar»

No comments yet — be the first.

Tinggalkan komentar